Kamis, 29 April 2010

Filosofi Dewa Ganesa

Ganesa (Sansekerta गणेश ganeṣa dengarkan) adalah dewa ilmu pengetahuan. Dalam pewayangan disebut Batara Gana, merupakan salah satu putra Batara Guru (Siwa). Gana diwujudkan berkepala gajah dan berbadan manusia. Dalam pewayangan ia tinggal di kahyangan istananya disebut Glugu Tinatar.

Ganesha atau Ganesa (Sansekerta गणेश ganeṣa dengarkan) adalah dewa ilmu pengetahuan. Dalam pewayangan disebut Batara Gana, Ganesha

Oleh orang-orang bijaksana, Ganesha diberi gelar Dewa pengetahuan, Dewa pelindung, Dewa penolak sesuatu yang buruk, Dewa keselamatan, dan lain sebagainya. Dalam ukiran-ukiran di candi, patung-patung dan lukisan, Beliau sering dilukiskan:

  • berkepala gajah
  • bertangan empat
  • berbadan gemuk
  • menunggangi tikus

Bermuka gajah melambangkan Dewa Ganesha sebagai perintang segala kesulitan, bagaikan gajah merintangi musuhnya dengan gading yang tajam dan belalai yang panjang. Bertangan empat melambangkan filsafat “empat jalan menuju kebahagiaan”. Berbadan gemuk sebagai lambang orang berbadan besar yang sanggup mengalahkan musuh-musuhnya. Dewa Ganesha menunggangi tikus sebab tikus melambangkan keragu-raguan dalam menghadapi suatu hal, maka dari itu Ganesha berusaha merintangi segala kesulitannya.

Mitologi tentang Dewa Ganesa

Kenapa Beliau berkepala gajah

Dalam kitab Siwa Purana dikisahkan, suatu ketika Dewi Parwati (istri Dewa Siwa) ingin mandi. Karena tidak ingin diganggu, ia menciptakan seorang anak laki-laki dan diberi nama Ganesa. Ia berpesan agar anak tersebut tidak mengizinkan siapapun masuk ke rumahnya selagi Dewi Parwati mandi dan hanya boleh melaksanakan perintah Dewi Parwati saja. Perintah itu dilaksanakan Ganesa dengan baik.

Alkisah Dewa Siwa hendak masuk ke rumahnya, namun Beliau tidak dapat masuk karena dihadang oleh anak kecil yang menjaga rumahnya. Ganesa melarangnya karena ia melaksanakan perintah Dewi Parwati. Dewa Siwa menjelaskan bahwa ia suami dewi Parwati dan rumah yang dijaga ganesa adalah rumahnya juga. Namun Ganesa tidak mau mendengarkan perintah Dewa Siwa, sesuai dengan perintah ibunya untuk tidak mendengar perintah siapapun.

Akhirnya Dewa Siwa kehabisan kesabarannya dan bertarung dengan Ganesa. Pertarungan amat sengit sampai akhirnya Dewa Siwa menggunakan Trisulanya dan memenggal kepala Ganesa.

Ketika dewi Parwati selesai mandi, ia mendapati putranya sudah tak bernyawa. Ia marah kepada suaminya dan menuntut agar anaknya dihidupkan kembali. Dewa Siwa tersadar akan perbuatannya dan ia menyanggupi permohonan istrinya.

Atas saran Dewa Brahma, Beliau mengutus abdinya, Gana, untuk memenggal kepala makhluk apapun yang dilihatnya pertama kali yang menghadap ke utara. Ketika turun ke dunia, Gana mendapati seekor gajah dengan kepala menghadap utara. Kepala gajah itu pun dipenggal untuk mengganti kepala Ganesa.

Akhirnya Ganesa dihidupkan kembali oleh Dewa Siwa dan sejak itu diberi gelar Dewa keselamatan. Menyelamatkan seseorang sebelum ia memulai pekerjaanya, dengan memuja-muja Beliau

sumber : www.tejasurya.com

Kamis, 05 Juni 2008

Saraswati

Hari Raya Saraswati bagi umat Hindu di Indonesia dirayakan setiap 210 hari sekali menurut kalender Jawa Bali, yakni pada setiap Saniscara Umanis Watugunung.

Arti Kata Sarasvati

Kata Sarasvati dalam bahasa Sanskerta dari urat kata Sr yang artinya mengalir. Sarasvati berarti aliran air yang melimpah menuju danau atau kolam.

Sarasvati dalam Veda

Di dalam RgVeda, Sarasvati dipuji dan dipuja lebih dari delapan puluh re atau mantra pujaan. Ia juga sering dihubungkan dengan pemujaan terhadap deva Visvedevah disamping juga dipuja bersamaan dengan Sarasvati.

Sarasvati dalam Susastra Hindu di Indonesia

Tentang Sarasvati di Indonesia telah dikaji oleh Dr. C. Hooykaas dalam bukunya Agama Tirtha, Five Studies in Hindu-Balinese Religion (1964) dan menggunakan acuan atau sumber kajian adalah tiga jenis naskah, yaitu: Stuti, Tutur dan Kakavin yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Sarasvati di Bali dipuja dengan perantaraan stuti, stava atau stotra seperti halnya dengan menggunakan sarana banten (persembahan).

Apabila seorangpemangku melakukan pemujaan pada hari Sarasvati, ia mengucapkan dua bait mantra berikut :

Om Sarasvati namas tubhyam, varade kama rupini, siddhirambha karisyami, siddhir bhavantu mesada.

Pranamya sarya-devana ca, Paramatmanam eva ca, rupa siddhi prayukta ya,, Sarasvati (n) namamy aham.

(Sarasvati 1-2.)

Hanya Engkaulah yang menganugrahkan pengetahuan yang memberikan kebahagiaan. Engkau pula yang penuh keutamaan dan Engkaulah yang menjadikan segala yang ada.

Engkau sesungguhnya permata yang sangat mulia, Engkau keutamaan dari setiap istri yang mulia, Demikian pula tingkah laku seorang anak yang sangat mulia, karena kemuliaan-Mu pula semua yang mulia menyatu.

Om Sarasvati namotubhyam
varade kama rupini,
siddhirambha karisyami
siddhir bhavantu mesada
(Sarasvatistava I)

Om Hyang Vidhi dalam wujud-MU sebagai dewi Sarasvati, pemberi berkah, wujud kasih bagai seorang ibu sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu berhasil atas karuniaMu
Pendahuluan

Berbagai usaha atau jalan yang terbentang bagi Umat Hindu untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula Tuhan Yang Maha Esa yang sesungguhnya tidak tergambarkan dalam alam pikiran manusia, untuk kepentingan Bhakti, Tuhan Yang Maha Esa digambarkan atau diwujudkan dalam alam pikiran dan materi sebagai Tuhan Yang Berpribadi (personal God). Berbagai aspek kekuasaan dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa dipuja dan diagungkan serta dimohon karunia-Nya untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.

Makna Penggambaran Dewi Saraswati

Tubuh dan busana putih bersih dan berkilauan. Didalam Brahmavaivarta Purana dinyatakan bahwa warna putih merupakan simbolis dari salah satu Tri Guna, yaitu Sattva-gunatmika dalam kapasitasnya sebagai salah satu dari lima jenis Prakrti. Ilmu pengetahuan diidentikan dengan Sattvam-jnanam.

Caturbhuja : memiliki 4 tangan, memegang vina (sejenis gitar), pustaka (kitab suci dan sastra), aksamala (tasbih) dan kumbhaja (bunga teratai). Atribut ini melambangkan : vina (di tangan kanan depan) melambangkan Rta (hukum alam) dan saat alam tercipta muncul nadamelodi (nada - brahman) berupa Om. Suara Om adalah suara musik alam semesta atau musik angkasa. Aksamala (di tangan kanan belakang) melambangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan dan tanpa keduanya ini manusaia tidak memiliki arti. kainnya yang putih menunjukkanbahwa ilmu itu selalu putih, emngingatkan kita terhadap nilai ilmu yang murni dan tidak tercela (Shakunthala, 1989: 38).

Vahana. sarasvati duduk diatas bunga teratai dengan kendaraan angsa atau merak. Angsa adalah sejenis unggas yang sangat cerdas dan dikatakan memiliki sifat kedewataan dan spiritual. Angsa yang gemulai mengingatkan kita terhadap kemampuannya membedakan sekam dengan biji-bijian dari kebenaran ilmu pengetahuan, seperti angsa mampu membedakan antara susu dengan air sebelum meminum yang pertama. Kendaraan yang lain adalh seekor burung merak yang melambangkan kebijaksanaan (Shakunthala, 1989 : 38)..
Penutup

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka Sarasvati di dalam Veda pada mulanya adalah dewi Sungai yang diyakini amat suci. Dalam perkembangan selanjutnya, Sarasvati adalah dewi Ucap, dewi yang memberikan inspirasi dan kahirnya ia dipuja sebagai dewi ilmu pengetahuan.

Perwujudan Dewi Saraswati sebagai dewi yang cantik bertangan empat dengan berbagai atribut yang dipegangnya mengandung makna simbolis bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber ilmu-pengetahuan, sumber wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang terhimpun dalam kitab suci Catur Veda dan lain-lain menunjukkan bahwa simbolis tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi dengan latar belakang filosofis yang sangat dalam.

Demikian semoga Ida Sang Hyang Widhi senantiasa memberikan waranugrahanya berupa inspirasi, kejernihan pikiran serta kerahayuan yang didambakan oleh setiap orang.

Om Sarve sukhino bhavantu, sarve santu niramayah, sarve bhadrani pasyantu, ma kascid duhkh bhag bhavet.

Ya Tuhan Yang maha Esa, anugrahkanlah semoga semuanya memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Semoga semuanya memperoleh kedamaian. Semoga semuanya memperoleh keutamaan dan semuanya terbebas dari segala duka dan penderitaan.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Dewi Saraswati


Ilmu pengetahuan merupakan salah satu unsur untuk meningkatkan tarap hidup manusia. Betapa pentingnya ilmu pengetahuan itu bagi manusia sehingga di dalam ajaran Agama Hindu diabadikan dalam bentuk simbolis Dewi Saraswati. Saraswati adalah sebuah nama suci untuk menyebutkan sosok Dewi Ilmu Pengetahuan. Kata Saraswati berasal dari kata “saras” dan “wati”. Saras memiliki arti mata air, terus menerus atau sesuatu yang terus menerus mengalir. Sedangkan kata wati berarti memiliki. Dengan demikian Saraswati berarti sesuatu yang memiliki atau mempunyai sifat mengalirkan secara terus menerus air kehidupan dan ilmu pengetahuan. Dewi Saraswati digambarkan sebagai seorang wanita cantik yang bertangan empat. Perihal sosok cantik untuk menggambarkan Dewi Saraswati, sesunguhnya mengandung arti simbolis. Bahwa apa yang digambarkan cantik itu pasti menarik, karena Dewi Saraswati adalah Dewi ilmu pengetahuan, maka tentu saja akan membuat umat manusia tertarik untuk mempelajari ilmu pengetahuan itu sendiri. Ketertarikan di sini jelas bukan dari segi fisik biologis, melainkan harus dilihat etis-religius. Bahwa mempelajari ilmu pengetahuan sebenarnya adalah salah satu bentuk bhakti kita kepada Dewi Saraswati. Tentu saja ilmu pengetahuan yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Ilmu pengetahuan merupakan harta yang tak ternilai harganya, sebab selama manusia itu hidup, ilmu pengetahuan yang dimilikinya tidak akan habis atau berkurang malah akan bertambah terus sesuai dengan kemampuannya menyerap ilmu pengetahuan. Lain halnya dengan harta benda duniawi yang sewaktu-waktu bisa habis, kalau tidak cermat memanfaatkannya. Ilmu pengetahuan merupakan senjata yang utama dalam meningkatkan kehidupan dunia ini. Orang bisa mencapai kedudukan yang terhormat, kewibawaan, kemuliaan kalau memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi.

Dalam ajaran Tri Murti menurut agama Hindu, Sang Hyang Aji Saraswati adalah saktinya/kekuatan Sang Hyang Brahma. Beliau diwujudkan sebagai wanita cantik bertangan empat lengkap dengan berbagai atributnya antara lain: wina/alat musik, teratai, genitri, cakepan/kitab. Disamping itu terdapat pula burung merak dan angsa. Dari semua atribut itu memiliki makna sebagai beikut:

  1. Genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tidak pernah berakhir sepanjang hidup dan tak akan pernah habis dipelajari.
  2. Cakepan/kitab adalah lambang sumber ilmu pengetahuanWina/alat musik adalah mencerminkan bahwa ilmu pengetahuan dapat mempengaruhi rasa estetika/keindahan dari manusia.
  3. Teratai sebagai stana / linggih Hyang Widhi.
  4. Burung merak melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu agung dan berwibawa.
  5. Angsa adalah simbul dari kebijaksanaan untuk membedakan antara yang baik dengan yang buruk. Dan juga angsa merupakan lambang kekuasaan di ketiga dunia (tri loka) karena ia bergerak di tiga unsur alam yaitu di air, darat maupun di udara.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang berfungsi sebagai tempat bagi kalangan pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran kepada anak didiknya. Sangat tepatlah sekolah yang berada di daerah Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dibuatkan monumen ilmu pengetahuan dalam bentuk patung Dewi Saraswati untuk mengabadikan symbol suci ilmu pengetahuan. Hal ini dapat memberi ciri khas dan wibawa sekolah sebagai tempat untuk menuntut ilmu pengetahuan. Di samping tujuan tersebut dapat juga bermanfaat dalam proses pembelajaran di antaranya, yaitu :

  • sebagai motivasi belajar bagi anak didik
  • sebagai media pembelajaran agama Hindu
  • sebagai obyek dan media dalam pembelajaran seni rupa
  • sebagai salah satu unsur untuk menciptakan keindahan halaman atau taman sekolah

Lambang Swastika

Kata Swastika berasal dari kata Su yang berarti baik, sejahtra, bahagia.. Asti berasal dari pokok kata ”as” (sangsekerta) yaitu merupakan bentuk ke dua yang artinya ”ada” (to be atau being). Akhiran ”ka” adalah untuk membentuk kata sifat menjadi kata benda. Menurut aturan bahasa sangsekerta u+a pada kata Su dan Asti menjadi SWASTI. Jadi kalau digabungkan kata SU+ASTI+KA (Swastika) artinya ”dalam keadaan selamat”.

Penyelidikan archeologi untuk benda-benda jaman prasejarah menyatakan lambang SWASTIKA itu berasal dari Asia menyebar ke Eropa pada jaman kebudayaan perunggu (Bronze-age). Jadi dapat dikatakan lambang swastika telah ada perpuluh-puluh abad sebelum Budha lahir dan sudah dipergunakan sebagai lambang kesejahtraan dalam ke-agamaan pada jaman purbakala di india, cina, dan negeri-negeri Asia lainnya.

Bentuk dan Lambang

SwastikaMenurut tulisan Swami Ajarananda dalam bukunya ”The Word and the Cross in Ancient India” yang bunyinya:
Original the form of swastika was two lines crossing each other, but afterwards its was shaped like
(Bentuk asli dari Swastika itu adalah dua garis bersilang sama tengah, tetapi perkembanganya kemudian berbetuk seperti ini)

Selanjutnya ia mengatakan bahwa :

The word Swastika had been in existence in the Sanskrit language long before Budha was born. And it was used as a religions emblem in India, Cina at last ten centuries before Christian era.

(Kata Swastika telah terdapat dalam bahasa Sangsekarta jauh sebelum Budha lahir. Dan telah dipergunakan sebagai lambang ke-Agamaan di negeri India dan Cina sekurang-kurangnya 10 abad sebelum munculnya agama Kristen).

Garis silang seperti ini di Bali disebut ”tampak/tapak dara” yang mitologinya terdapat dalam lontar Catur Bumi. Disebut demikian karena tapak kakinya burung dara tepat sebagai garis bersilang. Tanda ini pada masyarakat bali dipergunakan sebagai penawar, menghindari malapetaka antara lain untuk menandai sesuatu yang mengandung bahaya. Di Indiapun pada jaman dahulu tanda silang ini digunakan sebagai tanda bagi orang-orang buta huruf, hal ini dapat dibaca pada tulisan Swami Ajarananda yaitu :The Word and The Cross in Ancient India” sebagai berikut:

In the sanskrit grammar of Panini written at least 400 B.C. Swastika of Cross is described as one of the ancient signs for marking cattle and even to day cattle and sheep are marked with a cross by the illiterate classes of India.

(Dalam tatabahasa sansekerta karya Panini, yang ditulis lebih kurang 400 tahun sebelum masehi, silang (+) telah dipergunakan sebagai salah satu tanda kuno untuk menandai ternak, dan sampai sekarang ternak seperti biri-biri ditandai dengan silang (+) oleh orang-orang yang butahuruf di India).

Hal ini dimaksudkan agar ternak selamat dari berbagai macam bahaya dan penyakit.

Swastika sebagai lambang ke-Agamaan adalah alat pembantu pengikat hati dan keyakinan untuk lebih mendekatkan perasaan kepada cita-cita hidup keagamaan. Perputaran alam semesta (bhuana agung) dituangkan ke dalam lambang lukisan swastika yang dapat menimbulkan getaran perasaan adalah hasil kreasi yang memberi inspirasi hidup mengakui akan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa dimana manusia beserta mahluk lainnya terikat oleh hukum alam (cakra manggilingan) atau cakra pranawa. Penggunaan lambang swastika yang bertentangan dengan kesucian dan hukum kejiwaan akan digilas sendiri oleh kekuatan magis cakra manggilingan. Karena itulah Hitler yang mempergunakan lambang swastika miring sejak tahun 1919 maka ia -digilas hancur karena penyelewengan dan praktek-praktek yang bertentangan dengan arti swastika.

Di Tiongkok lambang swastika mengalami perubahan karena letaknya yang jauh dari sumber aslinya menjadi YIN dan YANG yang mengatur jalannya TAU (peredaran alam). Hal ini sesuai dengan pendapat S.Saripin dalam Sejarah Kesenian Indonesia yang menyatakan Swastika merupakan peredaran Alam dan merupakan pemujaan matahari di jaman kebudayaan perunggu. Selanjutnya Saripin juga menulis kesenian Indonesia kuna bersifat monumental dan juga bersifat lambang. Pada waktu itu banyak dibangun rumah dengan batu besar dan dibubuhkan lambang swastika untuk menghindari malapetaka dan mendatangkan kesuburan dan kebahagiaan.

Swami Ajarananda mengatakan denah kaki candi Borubudur merupakan Swastika, karena Budha banyak mempergunakan lambang swastika. Banyak lagi tembok pura-pura di Bali dengan sangat jelas menampakan lukisan swastika. Sir Stanford Raffles seorang Inggris yang lama di Jawa menulis ”Jawa menerima kebudayaan langsung dari India. Enam dari candi-candi yang tertua di Jawa tiga diantaranya berbentuk swastika”.

Denah rumah umat hindu di Bali juga mempunyai pola Swastika dimana Merajan diutara, bale dangin di timur, bale dauh di barat yang mempunyai bentuk dan ukuran menurut astakusala kusali sedangkan diselatan dapur.

Mistik

Swastika lambang peredaran alam semesta (Bhuana Agung) yang dijiwai oleh ucapan suci OM adalah pengikat rasa keyakinan akan. OM adalah Brahman, sesuai dengan Brihadaranyaka Upanisad,

VAK VAI BRAHMAN artinya ucapan sakti (OM) itu adalah Brahman (asal segala-galanya).

Ia merupakan permulaan dak keadaan yang menjiwai alam semesta ini. Brahmanda purana menyebutkan NUR yang berarti cahaya.

Duk tan hana paran-paran hana nur. Artinya ketika tidak ada apa-apa ada cahaya.

Cahaya ini adalah OM yang berwujud tunggal memenuhi Bhuana Agung ini. Menurut Ilmu pengetahuan Cahaya adalah hasil pertemuan elektron positif (purusa) dan elektron negatif (pradana) yang bersifat rwa bineda (bertentangan). KV Gajendragadkar dalam Neo-Upanishadic Philosophy mengatakan ”Ia adalan lambang dari kekuatan mencipta, memelihara dan melebur dunia. Seluruh alam semesta bergerak karena OM dan akhirnya kembali kepada OM. Gaya kekuatan mencipta (Utpatti) ditandai dengan aksara A yang pengucapannya menjadi ANG manifestasi Tuhan yang berwujud Brahma. Kekuatan memlihara U yang pengucapannya menjadi UNG adalah menifestasi Tuhan yang berwujud Wisnu. Dan akhirnya kekuatan untuk menghancurkan dunia ini (pralina) dilambangkan dengan aksara M yang pengucapannya menjadi MANG adalah manifestasi Tuhan yang berwujud Ciwa. A.U.M (ANG, UNG, MANG) ini dinamakan tri aksara mempunyai kekuatan gaib yang gunanya untuk menentramkan tri kaya atau tri pramana (bayu, sabda, hidep) kalau diwujudkan dalam Bhuana Alit yaitu raga sarira sendiri.

Kalau Tri Aksara ini dikembangkan maka akan menjadi WIJA AKSARA PANCA BRAHMA dan PANCA AKSARA. Wija aksara Panca Brahma yaitu :

Sa – tempat di timur, dewanya Sanghyang Sadhya
Ba – tempat di selatan, dewanya Sanghyang Bamadewa
Ta – tempat di barat, dewanya Sanghyang Tatpurusa
A – tempat di utara, dewanya Sanghyang Aghora
I – tempat di tengah-tengah dewanya Sanghyang Icana
SABATAAI
Panca Aksara adalah NA, MA, CI, WA, YA artinya hormat pada Ciwa. Aksara ini adalah manifestai Tuhan yang berwujud Ciwa. Kalau digambarkan sebagai suatu lukisan maka akan terbentuk lambang swastika yang masing-masing ujungnya menunjukan arah Loka Pala.

Kalau ujungnya dihubung-hubungkan maka terjadilah bulatan (circle) yang bergerak menurut peredaran dunia (Cakra Manggilingan). Pada masing-masing penjuru ada juga Dewanya yaitu :

Di tenggara Mahadewa,
Di barat daya Rudra
Di barat laut Sangkara
Di timur laut Sambhu
Di tengah-tengah Ciwa

Apa yang terjadi di Bhuana Agung terjadi pula di Bhuana Alit tiap-tiap manusia itu sendiri. Sedih, gembira, tertawa, menagis, suka duka, hidup, mati dal lainnya datang silih berganti adalah merupakan perputaran yang terus menerus tiada henti. Itulah sedikit mengenai Lambang Swastika moga bermanfaat.

Lirik Lagu Meong-Meong dan Dolanan Daerah

Lirik Lagu Meong-Meong dan Dolanan Daerah Bali

Posted on | February 15, 2010 | 15 Comments

Lagu Meong-Meong adalah lagu anak-anak daerah Bali. Lagu ini sering dinyanyikan sebagai Lagu Dolanan Khas Bali. Biasanya dipakai sebagai pengiring permainan Memeong-meongan. Permainan ini sangat sederhana, yaitu dengan mengejar dan menangkap teman-teman kita dengan mata tertutup (menggunakan penutup mata dari kain atau sejenisnya). Siapa yang tertangkap dialah yang mengejar selanjutnya, dengan diiringi Lagu Meong-Meong tentunya. Namun, jenis dan kreasi Dolanan Memeong-meongan ini berbeda di masing-masing daerah di Bali. Adapun makna dolanan ini adalah menceritakan tentang seekor kucing yang mengejar sekumpulan tikus di tengah kegelapan malam.

Lagu Meong-Meong termasuk dalam kategori Sekar Rare atau Gending Rare (salah satu dari 4 jenis tembang Bali). Yaitu kategori berbagai jenis lagu anak-anak yang bernuansa permainan. Berikut Lirik Lagu Meong-Meong.

Meong-meong…
Alih je bikule…
Bikul gede gede…
Buin mokoh-mokoh…
Kereng pesan ngerusuhin…

Yang artinya sebagai berikut:

Kucing-kucing…
Carilah tikusnya…
Tikus besar-besar…
Juga gemuk-gemuk…
Selalu membuat masalah…

Untuk sekedar preview, videonya bisa dilihat di Video Lagu Meong-Meong. Terima kasih buat yang nge-upload!

LAMBANG SWASTIKA HINDU

Swastika merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu, merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang kompleks sehingga hampir mustahil untuk dinyatakan sebagai kreasi atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu.

Diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sekitar 4000 tahun lalu (berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, Turki), berbagai variasi Swastika dapat ditemukan pada tinggalan-tinggalan arkeologis ( koin, keramik, senjata, perhiasan atau pun altar keagamaan) yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas.
Wilayah geografis tersebut mencakup Turki, Yunani, Kreta, Cyprus, Italia, Persia, Mesir, Babilonia, Mesopotamia, India, Tibet, China, Jepang, negara-negara Skandinavia dan Slavia, Jerman hingga Amerika.

Budha mengambil swastika untuk menunjukkan identitas Arya.

Makna simbul Swastika adalah Catur Dharma yaitu empat macam tugas yang patut kita Dharma baktikan baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum (selamat, bahagia dan sejahtra) yaitu:
1. Dharma Kriya = Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab
2. Dharma Santosa = Berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri sendiri.
3. Dharma Jati=Tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahtraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum
4. Dharma Putus=Melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan social bagi umat manusia.

Makna yang lebih dalam yaitu Empat Tujuan Hidup yaitu Catur Purusartha / Catur Warga: Dharma, Kama, Artha, Moksa.
1. Dharma = Kewajiban/kebenaran/hukum/Agama/Peraturan/Kodrat
2. Artha = Harta benda / Materi
3. Kama = Kesenangan / Hawa Nafsu
4. Moksa = Kebebasan yang abadi

Swastika dalam berbagai bangsa
Simbol ini, yang dikenal dengan berbagai nama seperti misalnya Tetragammadion di Yunani atau Fylfot di Inggris, menempati posisi penting dalam kepercayaan maupun kebudayaan bangsa-bangsa kuno, seperti bangsa Troya, Hittite, Celtic serta Teutonic. Simbol ini dapat ditemukan pada kuil-kuil Hindu, Jaina dan Buddha maupun gereja-gereja Kristen (Gereja St. Sophia di Kiev, Ukrainia, Basilika St. Ambrose, Milan, serta Katedral Amiens, Prancis), mesjid-mesjid Islam ( di Ishafan, Iran dan Mesjid Taynal, Lebanon) serta sinagog Yahudi Ein Gedi di Yudea.

Swastika pernah (dan masih) mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman (yang altar utamanya berhiaskan petir, swastika dan roda), pemeluk kepercayaan Celtic kuna (swastika melambangkan Dewi Api Brigit), pemeluk kepercayaan Slavia kuno (swastika melambangkan Dewa Matahari Svarog) maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi serta Navajo (yang menggunakan simbol itu dalam ritual penyembuhan). Jubah Athena serta tubuh Apollo, dewa dan dewi Yunani, juga kerap dihiasi dengan simbol tersebut.

Di pihak yang lain, Swastika juga menempati posisi sekuler sebagai semata-mata motif hiasan arsitektur maupun lambing entitas bisnis, mulai dari perusahaan bir hingga laundry.

Bahkan perusaha besar Microsoft menggunakan lambang swastika miring ke kanan 45 derajat, mungkin sebagai lambang keberuntungan. Karena sampai saat ini tercatat sebagai perusahaan terkaya di Dunia.

Bahkan, swastika juga pernah menjadi simbol dari sebuah kekejaman tak terperi saat Hitler menggunakannya sebagai perwakilan dari superioritas bangsa Arya. Jutaan orang Yahudi tewas di tangan para prajurit yang dengan bangga mengenakan lambang swastika (Swastika yang “sinistrovere”: miring ke kiri sekitar 45 derajat) di lengannya.
Swastika sebagai lambang Dewa Ganesha (anak Shiva yang bermuka gajah), sebagai makna Catur Dharma.

Kata Krishna pada Arjuna di medan pertempuran .. ketika Arjuna harus berperang melawan saudaranya sendiri inilah yang salah ditapsirkan oleh Hitler yaitu “Lakukanlah apapun yang harus kau laukukan selama itu adalah tugasmu. Kau harus mengemban tugasmu dengan baik walaupun itu berarti harus membunuh (untuk kebaikan), karena melakukan tugasmu dengan baik adalah bentuk pengabdian pada Tuhan”

Hitler mungkin tertarik pada arti swastika makanya dia mengambil lambang swastika dan membaliknya, makanya dia bisa mambunuh dengan tanpa rasa bersalah. Karena dia berpikir apa yang diperbuatnya adalah apa yang benar. Dia berlindung dibawah Swastika yang arahnya terbalik, yang semestinya untuk makna Catur Dharma.

Om Santih, Santih, Santih